Friday, January 27, 2017

Hejaz Railway, Saksi Bisu Keruntuhan Khilafah Bani Utsmaniyyah



Apa yang terlintas di benak kita ketika melihat film Indiana Jones and the Last Crusades? Pemandangan yang indah saat kereta uap melaju di tengah padang pasir di awal film? Atau eksotisme kuil Petra tempat menyimpan cawan suci di dalamnya?  Dua hal itulah yang melintas cepat dalam pikiran saya, saat mengunjungi situs Madain Saleh Station, salah satu stasiun kereta di jalur Hejaz Railway di Propinsi Madinah, Saudi Arabia.

Emplasemen Stasiun Madain Saleh yang tertata rapi

Awalnya saya tidak menduga, bahwa di tempat seterpencil seperti ini pernah ada jalur kereta api. Dengan kontur tanah yang kering, tandus, berbatu-batu, sering terjadi badai gurun, rasanya mustahil kereta lewat disini. Apalagi jaman dulu adanya cuma kereta uap yang mengandalkan air untuk mesin uapnya.

Namun ternyata saya salah. Disinilah ternyata lokasi Hejaz Railway, jalur kereta legendaris yang menghubungkan Damaskus Suriah sampai ke Madinah di Arab Saudi, melewati Amman Jordania. Begitu legendarisnya, hingga Hejaz Railway saat ini juga tercatat di World Heritage List sebagai Daftar Warisan Dunia yang harus dilindungi.



Dari transkrip yang ada di museum diperoleh penjelasan, bahwa alasan utama dibangunnya Hejaz Railway adalah untuk melayani kebutuhan transportasi jamaah haji dan umroh ke tanah suci, bersamaan dengan dibangunnya jalur telegraph di wilayah ini. Dengan modernisasi alat transportasi dan komunikasi ini, diharapkan bisa lebih memperkuat persatuan kaum muslimin.


Pembangunan proyek Hejaz Railway ini sendiri memerlukan waktu 8 tahun, atas perintah Sultan Hamid II dari Turki Osmani. Proyek ini dilaksanakan oleh insinyur dari Jerman dan Turki dan para pekerja yang direkrut dari wilayah-wilayah setempat. Biaya yang diperlukan mencapai 16 juta $ pada saat itu. Konstruksi tahap pertama (Damaskus – Deera) dimulai pada September 1900, dan kereta pertama mencapai Madinah pada 22 Agustus 1908. Sejak itu, jamaah haji yang dilayani dengan kereta api meningkat pesat, dari yang semula hanya 30.000 penumpang per tahun (1912) menjadi 300.000 penumpang per tahun (1914).

credit to http://nabataea.net/hejaz.html

credit to http://esra-magazine.com/blog/post/arts-the-railway-of-faith
Pembangunan rel di jalur ini mengalami banyak kesulitan, utamanya untuk wilayah antara Tabuk dan Madinah. Karena banyaknya wadi/sungai yang berpotensi banjir pada musim hujan, maka dibangun juga jembatan-jembatan. Beberapa diantaranya mencapai panjang 60 meter. Terowongan/tunnel juga banyak dibangun, salah satunya adalah Al-Akhdar Tunnel. Terowongan ini lokasinya dekat dengan jembatan di wadi Al-Akhdar sepanjang 143 meter, salah satu jembatan terpanjang di Saudi.


Para pekerja sedang membangun konstruksi rel. Credit to http://www.dailysabah.com/history/2016/04/19/jordans-hejaz-railway-depicts-an-ottoman-legacy
Satu hal yang unik dari Hejaz Railway disini adalah lebar rel (gauge) yang 1050mm. Hal ini unik karena gauge rel di seluruh dunia adalah 1520mm, 1435mm, 1067mm, dan 1000mm. Indonesia sendiri pernah memakai gauge 1435mm dan 1067mm. Sedangkan 1000mm biasanya dipakai untuk lori dan angkutan kayu. Namun saat ini, rel kereta di Indonesia memakai gauge 1067mm.

Usut punya usut, ternyata Hejaz Railway memakai gauge unik 1050mm agar jika jalur rel itu jatuh ke tangan musuh, maka jalur tersebut tidak bisa dipakai oleh lokomotif dan gerbong musuh tanpa penyesuaian terlebih dahulu.
Pembangunan Hejaz Railway. Credit www.britishmuseum.com
Sayangnya, setelah 6 tahun berjalan, Hejaz Railway harus berhenti beroperasi di tahun 1914 ketika meletus Perang Dunia I. Beberapa jalur mengalami kerusakan akibat sabotase agen Inggris yang lebih dikenal dengan Lawrence of Arabia. Di samping itu, gangguan dan blokade juga sering dilakukan oleh suku-suku setempat yang merasa dirugikan akibat beroperasinya kereta api di wilayah tersebut. Sebelum ada Hejaz Railway, jamaah haji harus menyewa unta untuk alat transportasi dari penduduk setempat dengan lama perjalanan mencapai 2 bulan. Kini dengan adanya kereta api, ada alternatif lain yang lebih murah dan lebih cepat, cukup 50 jam saja dari Damaskus ke Madinah.
Sabotase jalur Hejaz Railway. Credit to https://weaponsandwarfare.com/2015/08/14/the-hejaz-railway/
Di balik kemegahannya, jalur kereta api legendaris ini ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Sejarah mencatat stasiun ini menjadi saksi bisu keruntuhan khilafah Islam terakhir di muka bumi, khalifah Turki Usmani. Gerakan Turki Muda yang dipimpin Mustafa Kemal Pasha menjadi penyebab utama kehancuran negara Islam tersebut, disamping pemberontakan suku-suku di jazirah Arab yang lebih dikenal sebagai Revolusi Arab. Revolusi Arab ini yang juga menjadi latar belakang berdirinya negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi.
Sisa-sisa bukti sejarah Revolusi Arab di Hejaz Railway

Kisah-kisah kelam tentang kehancuran kekhalifahan Islam, berdirinya negara-negara Arab, termasuk sabotase kereta yang melewati Hejaz Railway dapat kita saksikan di film Lawrence of Arabia. Film produksi tahun 1962 tentang kisah nyata kehidupan Thomas Edward Lawrence ini dianggap sebagai salah satu film terbesar yang pernah dibuat. Film ini dibintangi oleh Peter O’Toole sebagai aktor utama, bersama dengan Omar Sharif dan Alex Guinnes dan menyabet 7 Academy Awards, salah satunya untuk Gambar Terbaik.

Sabotase Hejaz Railway oleh Lawrence of Arabia tersebut dapat disaksikan dalam cuplikan film berikut ini:
Lalu dimana letak Stasiun Madain Saleh dalam konstruksi Hejaz Railway?

Peta Hejaz Railway
Stasiun Madain Saleh, yang sekarang menjadi Museum Kereta Madain Saleh, adalah salah satu stasiun besar terpenting di Hejaz Railway, yang terletak di lintas Tabuk dan Madinah. Kota terdekat di stasiun ini adalah Al-‘Ula, sebuah kota kuno yang dulu dikenal sebagai Al-Hijr. Dalam Al Qur’an, Al-Hijr dikenal sebagai wilayah yang didiami oleh suku Tsamud dan Nabataeans. Al-Hijr saat ini juga dikenal dengan peninggalan kaum Tsamud berupa gunung-gunung yang dipahat membentuk istana atau makam.
Peninggalan kaum Tsamud di dekat Stasiun Madain Saleh
Antara Madain Saleh dengan stasiun Al Annbariyah di Madinah terdapat beberapa stasiun. Diantaranya adalah Atheeb, Mubarak Al-Naqah, Abu Taqah, Al-Ula, Bwat, Al-Hafeerah, Mekheet, Al-Badae’, Hadiag, dan Al-Medrej. Semua stasiun itu sudah tidak berfungsi, dan berubah menjadi situs cagar budaya. Maka tidak heran, jika semua stasiun tersebut saat ini dipagar kawat berduri. Semua stasiun berbentuk seragam, mirip dengan benteng (fort). Hal itu karena dulu sering terjadi peperangan dan gangguan terhadap stasiun dan kereta api. Di beberapa stasiun, masih kita lihat rongsokan lokomotif dan gerbong kayu yang dibiarkan terlantar.
Workshop, bangunan terbesar di Madain Saleh Station. Dulu dipakai sebagai dipo lokomotif dan kereta. Sekarang menjadi tempat utama museum dan aneka esksibisinya.



Stasiun Madain Saleh termasuk stasiun besar, yang terdiri dari 16 bangunan. Di sebelah selatan terdapat bangunan besar yang merupakan bangunan utama. Dahulu, gedung utama ini adalah workshop (dipo kereta api), tempat untuk memperbaiki dan memelihara gerbong dan lokomotif kereta. Di samping Workshop, ada bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan penunjang. Ada rest area, restauran, akomodasi, sampai gedung penjaga keamanan. Sisa-sisa gudang batubara sebagai bahan bakar kereta juga masih terlihat, terpendam di bawah tanah. Semua dalam kondisi baik, karena dirawat dan dijaga kelestariannya oleh Dinas Pariwisata Saudi.


Ruangan dalam Dipo yang bersih

Saat ini, semua bangunan tersebut beralih fungsi menjadi area pameran. Tiga rangkaian gerbong dan 1 lokomotif di dalam workshop dirubah menjadi tempat pameran, lengkap dengan audio visual dari layar LED yang cukup besar. Sangat informatif. Sayangnya, hampir semua penjelasan disajikan dalam bahasa Arab yang tidak dipahami oleh kami sebagai foreign visitor.
Gerbong kereta disulap menjadi arena eksibisi

Koleksi benda bersejarah yang dipajang di dalam museum
Pengunjung dimanjakan dengan sajian video tentang sejarah Hejaz Railway dan Madain Saleh di dalam Gerbong Kereta yang telah disulap menjadi arena pameran
Meski letaknya terpencil di tengah gurun pasir, museum ini memiliki fasilitas yang sangat memadai untuk para pengunjung. Hampir di tiap ruangan tersedia gambar dan diorama tentang Hejaz Railway. Tidak ketinggalan juga perangkat audio visual yang canggih, yang memutar film-film dan dokumentasi terkait. Salah satu gedung bahkan disulap menjadi teather megah dengan layar ukuran besar. Tentu saja yang diputar adalah film-film dokumenter yang, sayangnya, berbahasa Arab. Jadi kami hanya sebentar saja ada di ruang tersebut, lalu berlanjut ke ruangan lainnya. Sempat terlihat gurat kecewa dari penjaga gedung, saat kami pergi ketika film belum tuntas diputar.
Benteng pertahanan. Di dalam benteng terdapat sumur tua sejak jaman Rasulullah SAW
Untuk urusan toilet, saya sudah siap-siap dengan kemungkinan terburuk. Sudah jamak terdengar, orang Arab itu paling susah untuk urusan sanitasi toilet. Bahkan terminal haji di bandara Jeddah pun terkenal sedemikian joroknya, hingga teman saya sempat muntah-muntah ketika masuk ke dalamnya. Apalagi ini hanya sekedar museum di tengah gurun pasir, yang jauh dari peradaban.
Bangunan kantor, merangkap toilet di belakangnya. Sebelah kiri di samping rel adalah gudang bawah tanah tempat penyimpanan batu bara 
Tapi lagi-lagi saya harus merasa surprise. Toiletnya sekelas hotel, bersih, harum, dan air tersedia melimpah. Penjaganya pun dengan senyum ramah membukakan pintu toilet, mempersilahkan saya masuk. Saya sampai merasa bersalah, telah mengotori lantai dari sandal saya yang penuh pasir.

Masjid di Madain Saleh Station. Bersih dan rapi
Di museum ini juga tersedia masjid. Fasilitasnya juga oke, sebagimana layaknya masjid-masjid di kota Madinah dan Mekkah. Karpetnya tebal, lantai dan dindingnya juga bersih. Hanya saja, air wudhu tersedia di dekat toilet di seberang jalur rel. Jadi agak jauh berjalan jika mau ambil wudhu.
masjid yang indah dan bersih
Jika stasiun Madain Saleh dirasa terlalu jauh untuk dikunjungi (450km dari Madinah), kita bisa napak tilas Hejaz Railway ini di Stasiun Al Annbariyah di Madinah. Lokasinya dekat dengan Masjid Nabawi, hanya sekitar 30 menit jalan kaki atau 10 riyal naik taksi. Ciri utamanya adalah ada masjid kecil di depan museum dengan taman yang indah, bersebelahan dengan kantor gubernur Madinah. Jika melihat dari bentuk masjidnya dengan menara-menara yang runcing, maka terlihat jelas bahwa pengaruh dari Turki Ottoman sangat kental disini.
Masjid Al Annbariyah, masjid kecil peninggalan Turki Usmani. Credit by easybackpacking.blogspot.co.id

Stasiun kereta api di Madinah, ujung rel Hejaz Railway. Credit by nabataea.net
Jejak-jejak Hejaz Railway ini dapat kita jumpai di Indonesia, tepatnya di museum kereta api Ambarawa. Ceritanya, dulu pemerintah Turki memesan 10 lokomotif dari pabriknya di Hartmannt Jerman untuk mengisi kebutuhan transportasi di Hejaz Railway. Namun karena Perang Dunia I tahun 1914 – 1918 yang berakibat rusaknya jalur kereta itu, maka kesepuluh lokomotif type D51 tersebut dijual ke Staat Spoorwegen, perusahaan kereta api di Hindia Belanda. Gauge (lebar rel) kereta yang 1050mm kemudian diubah agar bisa berjalan di rel Hindia Belanda yang 1067mm. Lokomotif tersebut kemudian ditempatkan di Yogyakarta, Kutoarjo, Purworejo, Cepu, dan Purwokerto.


D5106, salah satu lokomotif yang semula akan dipakai di jalur Hejaz Railway. Sekarang berada di Museum Kereta Api Ambarawa. credit by heritage.kereta-api.co.id
Saat ini, dari 10 lokomotif D51 tersebut hanya tersisa 1 buah, yaitu D5106. Lokomotif uap yang tua kini dapat kita saksikan beristirahat dengan tenang di museum kereta api Ambarawa.

Bagikan

Jangan lewatkan

Hejaz Railway, Saksi Bisu Keruntuhan Khilafah Bani Utsmaniyyah
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

4 komentar

Tulis komentar
avatar
October 24, 2017 at 1:48 PM

terima kasih pak haji Akhlis, telah berkunjung ke blog saya

Reply
avatar
October 29, 2018 at 9:25 AM

Thanks for info, jangan lupa kunjungi website kami https://bit.ly/2OBwrqV

Reply

silahkan masukkan komentar anda disini