Apa yang terlintas di benak kita ketika melihat film Indiana
Jones and the Last Crusades? Pemandangan yang indah saat kereta uap melaju di
tengah padang pasir di awal film? Atau eksotisme kuil Petra tempat menyimpan
cawan suci di dalamnya? Dua hal itulah
yang melintas cepat dalam pikiran saya, saat mengunjungi situs Madain Saleh
Station, salah satu stasiun kereta di jalur Hejaz Railway di Propinsi Madinah,
Saudi Arabia.
|
Emplasemen Stasiun Madain Saleh yang tertata rapi |
Awalnya saya tidak menduga, bahwa di tempat seterpencil
seperti ini pernah ada jalur kereta api. Dengan kontur tanah yang kering,
tandus, berbatu-batu, sering terjadi badai gurun, rasanya mustahil kereta lewat
disini. Apalagi jaman dulu adanya cuma kereta uap yang mengandalkan air untuk
mesin uapnya.
Namun ternyata saya salah. Disinilah ternyata lokasi Hejaz
Railway, jalur kereta legendaris yang menghubungkan Damaskus Suriah sampai ke
Madinah di Arab Saudi, melewati Amman Jordania. Begitu legendarisnya, hingga
Hejaz Railway saat ini juga tercatat di
World Heritage List sebagai Daftar
Warisan Dunia yang harus dilindungi.
Dari transkrip yang ada di museum diperoleh penjelasan,
bahwa alasan utama dibangunnya Hejaz Railway adalah untuk melayani kebutuhan
transportasi jamaah haji dan umroh ke tanah suci, bersamaan dengan dibangunnya
jalur telegraph di wilayah ini. Dengan modernisasi alat transportasi dan
komunikasi ini, diharapkan bisa lebih memperkuat persatuan kaum muslimin.
Pembangunan proyek Hejaz Railway ini sendiri memerlukan
waktu 8 tahun, atas perintah Sultan Hamid II dari Turki Osmani. Proyek ini
dilaksanakan oleh insinyur dari Jerman dan Turki dan para pekerja yang direkrut
dari wilayah-wilayah setempat. Biaya yang diperlukan mencapai 16 juta $ pada
saat itu. Konstruksi tahap pertama (Damaskus – Deera) dimulai pada September
1900, dan kereta pertama mencapai Madinah pada 22 Agustus 1908. Sejak itu,
jamaah haji yang dilayani dengan kereta api meningkat pesat, dari yang semula
hanya 30.000 penumpang per tahun (1912) menjadi 300.000 penumpang per tahun
(1914).
|
credit to http://nabataea.net/hejaz.html |
|
credit to http://esra-magazine.com/blog/post/arts-the-railway-of-faith |
Pembangunan rel di jalur ini mengalami banyak kesulitan,
utamanya untuk wilayah antara Tabuk dan Madinah. Karena banyaknya wadi/sungai
yang berpotensi banjir pada musim hujan, maka dibangun juga jembatan-jembatan. Beberapa
diantaranya mencapai panjang 60 meter. Terowongan/tunnel juga banyak dibangun,
salah satunya adalah Al-Akhdar Tunnel. Terowongan ini lokasinya dekat dengan
jembatan di wadi Al-Akhdar sepanjang 143 meter, salah satu jembatan terpanjang
di Saudi.
|
Para pekerja sedang membangun konstruksi rel. Credit to http://www.dailysabah.com/history/2016/04/19/jordans-hejaz-railway-depicts-an-ottoman-legacy |
Satu hal yang unik dari Hejaz Railway disini adalah lebar
rel (gauge) yang 1050mm. Hal ini unik karena gauge rel di seluruh dunia adalah
1520mm, 1435mm, 1067mm, dan 1000mm. Indonesia sendiri pernah memakai gauge
1435mm dan 1067mm. Sedangkan 1000mm biasanya dipakai untuk lori dan angkutan
kayu. Namun saat ini, rel kereta di Indonesia memakai gauge 1067mm.
Usut punya usut, ternyata Hejaz Railway memakai gauge unik
1050mm agar jika jalur rel itu jatuh ke tangan musuh, maka jalur tersebut tidak
bisa dipakai oleh lokomotif dan gerbong musuh tanpa penyesuaian terlebih
dahulu.
|
Pembangunan Hejaz Railway. Credit www.britishmuseum.com |
Sayangnya, setelah 6 tahun berjalan, Hejaz Railway harus
berhenti beroperasi di tahun 1914 ketika meletus Perang Dunia I. Beberapa jalur
mengalami kerusakan akibat sabotase agen Inggris yang lebih dikenal dengan
Lawrence of Arabia. Di samping itu, gangguan dan blokade juga sering dilakukan
oleh suku-suku setempat yang merasa dirugikan akibat beroperasinya kereta api
di wilayah tersebut. Sebelum ada Hejaz Railway, jamaah haji harus menyewa unta
untuk alat transportasi dari penduduk setempat dengan lama perjalanan mencapai
2 bulan. Kini dengan adanya kereta api, ada alternatif lain yang lebih murah
dan lebih cepat, cukup 50 jam saja dari Damaskus ke Madinah.
|
Sabotase jalur Hejaz Railway. Credit to https://weaponsandwarfare.com/2015/08/14/the-hejaz-railway/ |
Di balik kemegahannya, jalur kereta api legendaris ini ternyata
mempunyai masa lalu yang kelam. Sejarah mencatat stasiun ini menjadi saksi bisu
keruntuhan khilafah Islam terakhir di muka bumi, khalifah Turki Usmani. Gerakan
Turki Muda yang dipimpin Mustafa Kemal Pasha menjadi penyebab utama kehancuran
negara Islam tersebut, disamping pemberontakan suku-suku di jazirah Arab yang
lebih dikenal sebagai Revolusi Arab. Revolusi Arab ini yang juga menjadi latar
belakang berdirinya negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi.
|
Sisa-sisa bukti sejarah Revolusi Arab di Hejaz Railway |
Kisah-kisah kelam tentang kehancuran kekhalifahan Islam,
berdirinya negara-negara Arab, termasuk sabotase kereta yang melewati Hejaz
Railway dapat kita saksikan di film
Lawrence of Arabia. Film produksi tahun
1962 tentang kisah nyata kehidupan
Thomas Edward Lawrence ini dianggap sebagai
salah satu film terbesar yang pernah dibuat. Film ini dibintangi oleh Peter
O’Toole sebagai aktor utama, bersama dengan Omar Sharif dan Alex Guinnes dan
menyabet 7 Academy Awards, salah satunya untuk Gambar Terbaik.
Sabotase Hejaz Railway oleh Lawrence of Arabia tersebut dapat disaksikan dalam cuplikan film berikut ini:
Lalu dimana letak Stasiun Madain Saleh dalam konstruksi
Hejaz Railway?
|
Peta Hejaz Railway |
Stasiun Madain Saleh, yang sekarang menjadi Museum Kereta
Madain Saleh, adalah salah satu stasiun besar terpenting di Hejaz Railway, yang
terletak di lintas Tabuk dan Madinah. Kota terdekat di stasiun ini adalah
Al-‘Ula, sebuah kota kuno yang dulu dikenal sebagai Al-Hijr. Dalam Al Qur’an,
Al-Hijr dikenal sebagai wilayah yang didiami oleh suku Tsamud dan Nabataeans.
Al-Hijr saat ini juga dikenal dengan peninggalan kaum Tsamud berupa
gunung-gunung yang dipahat membentuk istana atau makam.
|
Peninggalan kaum Tsamud di dekat Stasiun Madain Saleh |
Antara Madain Saleh dengan stasiun Al Annbariyah di Madinah terdapat
beberapa stasiun. Diantaranya adalah Atheeb, Mubarak Al-Naqah, Abu Taqah,
Al-Ula, Bwat, Al-Hafeerah, Mekheet, Al-Badae’, Hadiag, dan Al-Medrej. Semua
stasiun itu sudah tidak berfungsi, dan berubah menjadi situs cagar budaya. Maka
tidak heran, jika semua stasiun tersebut saat ini dipagar kawat berduri. Semua
stasiun berbentuk seragam, mirip dengan benteng (fort). Hal itu karena dulu
sering terjadi peperangan dan gangguan terhadap stasiun dan kereta api. Di
beberapa stasiun, masih kita lihat rongsokan lokomotif dan gerbong kayu yang
dibiarkan terlantar.
|
Workshop, bangunan terbesar di Madain Saleh Station. Dulu dipakai sebagai dipo lokomotif dan kereta. Sekarang menjadi tempat utama museum dan aneka esksibisinya. |
Stasiun Madain Saleh termasuk stasiun besar, yang terdiri
dari 16 bangunan. Di sebelah selatan terdapat bangunan besar yang merupakan
bangunan utama. Dahulu, gedung utama ini adalah workshop (dipo kereta api),
tempat untuk memperbaiki dan memelihara gerbong dan lokomotif kereta. Di
samping Workshop, ada bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan penunjang.
Ada rest area, restauran, akomodasi, sampai gedung penjaga keamanan. Sisa-sisa
gudang batubara sebagai bahan bakar kereta juga masih terlihat, terpendam di
bawah tanah. Semua dalam kondisi baik, karena dirawat dan dijaga kelestariannya
oleh Dinas Pariwisata Saudi.
|
Ruangan dalam Dipo yang bersih |
Saat ini, semua bangunan tersebut beralih fungsi menjadi
area pameran. Tiga rangkaian gerbong dan 1 lokomotif di dalam workshop dirubah
menjadi tempat pameran, lengkap dengan audio visual dari layar LED yang cukup
besar. Sangat informatif. Sayangnya, hampir semua penjelasan disajikan dalam
bahasa Arab yang tidak dipahami oleh kami sebagai foreign visitor.
|
Gerbong kereta disulap menjadi arena eksibisi |
|
Koleksi benda bersejarah yang dipajang di dalam museum |
|
Pengunjung dimanjakan dengan sajian video tentang sejarah Hejaz Railway dan Madain Saleh di dalam Gerbong Kereta yang telah disulap menjadi arena pameran |
Meski letaknya terpencil di tengah gurun pasir, museum ini
memiliki fasilitas yang sangat memadai untuk para pengunjung. Hampir di tiap
ruangan tersedia gambar dan diorama tentang Hejaz Railway. Tidak ketinggalan
juga perangkat audio visual yang canggih, yang memutar film-film dan
dokumentasi terkait. Salah satu gedung bahkan disulap menjadi teather megah
dengan layar ukuran besar. Tentu saja yang diputar adalah film-film dokumenter
yang, sayangnya, berbahasa Arab. Jadi kami hanya sebentar saja ada di ruang
tersebut, lalu berlanjut ke ruangan lainnya. Sempat terlihat gurat kecewa dari
penjaga gedung, saat kami pergi ketika film belum tuntas diputar.
|
Benteng pertahanan. Di dalam benteng terdapat sumur tua sejak jaman Rasulullah SAW |
Untuk urusan toilet, saya sudah siap-siap dengan kemungkinan
terburuk. Sudah jamak terdengar, orang Arab itu paling susah untuk urusan
sanitasi toilet. Bahkan terminal haji di bandara Jeddah pun terkenal sedemikian
joroknya, hingga teman saya sempat muntah-muntah ketika masuk ke dalamnya.
Apalagi ini hanya sekedar museum di tengah gurun pasir, yang jauh dari
peradaban.
|
Bangunan kantor, merangkap toilet di belakangnya. Sebelah kiri di samping rel adalah gudang bawah tanah tempat penyimpanan batu bara |
Tapi lagi-lagi saya harus merasa surprise. Toiletnya sekelas
hotel, bersih, harum, dan air tersedia melimpah. Penjaganya pun dengan senyum
ramah membukakan pintu toilet, mempersilahkan saya masuk. Saya sampai merasa
bersalah, telah mengotori lantai dari sandal saya yang penuh pasir.
|
Masjid di Madain Saleh Station. Bersih dan rapi |
Di museum ini juga tersedia masjid. Fasilitasnya juga oke,
sebagimana layaknya masjid-masjid di kota Madinah dan Mekkah. Karpetnya tebal,
lantai dan dindingnya juga bersih. Hanya saja, air wudhu tersedia di dekat
toilet di seberang jalur rel. Jadi agak jauh berjalan jika mau ambil wudhu.
|
masjid yang indah dan bersih |
Jika stasiun Madain Saleh dirasa terlalu jauh untuk
dikunjungi (450km dari Madinah), kita bisa napak tilas Hejaz Railway ini di
Stasiun Al Annbariyah di Madinah. Lokasinya dekat dengan Masjid Nabawi, hanya
sekitar 30 menit jalan kaki atau 10 riyal naik taksi. Ciri utamanya adalah ada
masjid kecil di depan museum dengan taman yang indah, bersebelahan dengan
kantor gubernur Madinah. Jika melihat dari bentuk masjidnya dengan menara-menara yang runcing, maka terlihat jelas bahwa pengaruh dari Turki Ottoman sangat kental disini.
|
Masjid Al Annbariyah, masjid kecil peninggalan Turki Usmani. Credit by easybackpacking.blogspot.co.id |
|
Stasiun kereta api di Madinah, ujung rel Hejaz Railway. Credit by nabataea.net |
Jejak-jejak Hejaz Railway ini dapat kita jumpai di
Indonesia, tepatnya di museum kereta api Ambarawa. Ceritanya, dulu pemerintah
Turki memesan 10 lokomotif dari pabriknya di Hartmannt Jerman untuk mengisi
kebutuhan transportasi di Hejaz Railway. Namun karena Perang Dunia I tahun 1914
– 1918 yang berakibat rusaknya jalur kereta itu, maka kesepuluh lokomotif type
D51 tersebut dijual ke Staat Spoorwegen, perusahaan kereta api di Hindia
Belanda. Gauge (lebar rel) kereta yang 1050mm kemudian diubah agar bisa
berjalan di rel Hindia Belanda yang 1067mm. Lokomotif tersebut kemudian
ditempatkan di Yogyakarta, Kutoarjo, Purworejo, Cepu, dan Purwokerto.
|
D5106, salah satu lokomotif yang semula akan dipakai di jalur Hejaz Railway. Sekarang berada di Museum Kereta Api Ambarawa. credit by heritage.kereta-api.co.id |
Saat ini, dari 10 lokomotif D51 tersebut hanya tersisa 1
buah, yaitu D5106. Lokomotif uap yang tua kini dapat kita saksikan beristirahat
dengan tenang di museum kereta api Ambarawa.
Bagikan
Hejaz Railway, Saksi Bisu Keruntuhan Khilafah Bani Utsmaniyyah
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
4 komentar
Tulis komentarAmazing pak haji
Replyterima kasih pak haji Akhlis, telah berkunjung ke blog saya
ReplyThanks for info, jangan lupa kunjungi website kami https://bit.ly/2OBwrqV
ReplyMantap
Replysilahkan masukkan komentar anda disini