Pagi itu kesibukan di rumah Pak Hisyam, Kepala Dukuh
Iroyudan Desa Guwosari Bantul meningkat pesat. Beberapa orang laki-laki sibuk
berdandan, memakai busana ala prajurit keraton Jogjakarta. Mereka saling
membantu, agar bisa segera selesai di tengah terbatasnya waktu. Sementara di
sudut halaman, sebuah gunungan berisi berbagai hasil bumi dan makanan telah
siap untuk dibawa ke balai desa Guwosari. Gunungan dan tumpeng berbagai makanan
tersebut disiapkan oleh ibu-ibu warga sekitar yang ikut bergotong royong
memasak semalam suntuk di dapur.
Gunungan hasil bumi |
Berdandan dulu biar rapi |
Hari itu, Minggu 2 Nopember 2015 memang layak sebagai hari
istimewa bagi masyarakat desa Guwosari Kabupaten Bantul, Jogjakarta. Pasalnya,
hari itu adalah puncak acara Grebeg Selarong yang rutin diadakan setiap tahun. Acara yang rutin diadakan sejak 2005 tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Guwosari dan Karang Taruna Dipo Ratna Muda.
Memakai kostum Prajurit Keraton |
“Grebeg Selarong adalah peringatan pindahnya Pangeran
Diponegoro ke Goa Selarong untuk melakukan perang gerilya. Untuk tahun ini,
acara grebeg Selarong sekaligus dalam rangka Hari Ulang Tahun desa Guwosari
yang ke 69”, terang Hisyam, Kepala Dukuh Iroyudan.
Mengusung gunungan sedekah hasil bumi |
Persiapan berangkat |
Jam 06.00 WIB halaman sekitar balai desa Guwosari sudah
penuh dengan peserta kirab. Rencananya, arak arakan kirab akan dimulai dari
balai desa Guwosari dan berakhir di Goa Selarong dengan menempuh jarak sejauh ±
3 km. Dari catatan panitia, ada 18 Bregodo (kontingen) yang akan ambil bagian
dalam kirab ini. Mereka berasal dari 15 dukuh di lingkungan desa Guwosari,
ditambah 3 Bregodo dari Partisipan. Masing-masing Bregodo diwajibkan
menampilkan display/atraksi yang menarik, dengan tetap menjunjung asas budaya
dan kearifan lokal setempat.
Kepala Desa Guwosari, H. Muh. Suharto memberikan sambutan |
Yang menarik adalah aksi bagi bagi 2.000 ekor ikan dari
Bregodo komunitas para pemancing. Ikan hias yang dikemas dalam plastik kecil
tersebut dibagikan kepada para warga di sepanjang jalan area kirab. Tak ayal,
aksi tersebut disambut meriah oleh masyarakat, utamanya anak anak kecil.
Dsiplay menjelang garis finish |
Bregodo Watu Gedug |
Sekitar pk 09.00, Bregodo pertama dari pamong desa Guwosari
memasuki garis finish di areal parkir Goa Selarong. Di tempat itu, pengunjung disambut
oleh sebuah blangkon raksasa yang diklaim oleh panitia sebagai blangkon
terbesar di dunia. Blangkon tersebut berukuran panjang 7 meter, lebar 5,6
meter, dan keliling 17,4 meter. Blangkon raksasa tersebut menghabiskan kain
hitam sebanyak 167 meter dan 40 lembar kain jarik, dengan total biaya sekitar
Rp 5,8 juta.
Blangkon raksasa |
Setelah semua Bregodo memasuki garis finish, maka seluruh
gunungan dan tumpeng dikumpulkan di tengah lokasi. Setelah ditutup dengan doa,
maka seluruh yang hadir segera berebut isi gunungan. Tradisi berebut isi
gunungan dan tumpeng (masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah Rayahan) dipercaya bisa memberikan
keberkahan dan melimpahnya rejeki bagi yang mengambilnya.
Rayahan. sumber foto: istimewa |
Terlepas dari kepercayaan tersebut, kesempatan rayahan ini
memang moment yang paling ditunggu tunggu pengunjung. Sebab, dari 18 gunungan
yang tersedia untuk disedekahkan, tidak semuanya berisi aneka sayur, buah, atau
hasil bumi lainnya. Gunungan dari bregodo pemancing misalnya, berisi aneka ikan
bakar yang siap dimakan. Bregodo yang lain juga ada yang menampilkan gunungan
berisi belasan ayam panggang dan ingkung ayam. Yang tak kalah menarik adalah
gunungan dari salah satu bregodo yang banyak dihiasi dengan uang 5 ribu dan 10
ribu rupiah. Tentu saja, hal ini menambah semangat dan daya tarik masyarakat
untuk ikut melakukan rayahan.
Bagikan
Berebut berkah di Grebeg Selarong 2015
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
silahkan masukkan komentar anda disini