Saya dibesarkan di suatu desa dekat sebuah gunung. Gunung
Manggar namanya. Gunung ini hanya berjarak sekitar 1 km dari rumah saya. Tidak
terlalu jauh, sehingga dulu waktu masih kecil, saya sering bermain main ke
sana. Entah itu sekedar menyusuri jalanan setapak di seputaran hutan, atau
mencari kayu kecil untuk dibuat tongkat pramuka. Beberapa kali saya dengan
beberapa teman naik gunung dengan bekal nasi dan lauk sekedarnya, untuk dimasak
di tengah hutan.
Gunung Manggar dilihat dari kejauhan |
Pernah juga sesekali gunung Manggar menjadi lokasi latihan tempur ABRI dari Batalyon Artileri Medan 8 Jember atau Yonif 515/9 Kostrad Tanggul. Berbagai simulasi tempur diperagakan. Mulai dari taktik serangan gerilya, latihan penembak runduk, kamuflase, atau bahkan serangan mortir. Sebagai anak kecil, saya sangat senang bisa melihat semua latihan itu. Rasanya sangat menakjubkan melihat artileri M-48 kaliber 76 mm dari Yon Armed 8 Ambulu menggelegar dan menghancurkan sasaran di punggung gunung disana. Tak lupa aku mengumpulkan sisa sisa selongsong peluru dan membawanya pulang sebagai souvenir. Jika sudah terkumpul banyak, selongsong bekas itu saya rangkai sehingga mirip peluru senapan mesin.
Meriam M-48 Kaliber 76 mm buatan Yogslavia |
Daun daun jati yang masih hijau di pohon juga banyak dicari
orang. Biasanya dipakai buat bungkus. Entah itu untuk membungkus barang-barang
yang dijual di pasar, atau malah dipakai untuk membungkus nasi. Di kalangan
masyarakat desa, masih sering ditemui nasi dan makanan di bungkus dengan daun
jati. Jika nasinya masih hangat dan dibungkus dengan daun jati, biasanya nasi
akan berwarna kemerahan. Bagi orang yang punya hajat (menikah/khitanan), daun
jati dipakai untuk membungkus makanan yang diantar ke tetangga.
Lalu terjadilah era reformasi, di tahun 1998. Atas nama
kebebasan, maka pohon-pohon jati yang tumbuh subur ditebang habis. Hanya dalam
hitungan bulan, gunung Manggar yang tadinya rimbun berubah menjadi gundul. Gersang dan
meranggas. Orang-orang seolah menjadi gila, dan tidak lagi memperdulikan
dampaknya bagi masa depan. Pihak perhutani dan pemerintah daerah seolah tak
kuasa mencegah nafsu beringas orang-orang untuk menjarah kayu-kayu di hutan.
Nasi berbungkus daun jati |
Selama beberapa tahun, gunung Manggar terlihat tandus dan
gundul.
Awal tahun 2000-an, gunung Manggar kembali ditanami. Berbagai
gerakan penghijauan dan penanaman kembali digiatkan dimana mana. Pelan tapi
pasti, gunung Manggar mulai menghijau dan kembali seperti semula.
Dan tadi pagi (17/4/2016), saya sengaja naik gunung Manggar untuk napak
tilas. Mencari tahu apa saja yang telah berubah, dan mengorek kembali kenangan
masa kecil di tempat yang dulu sangat menyenangkan tersebut.
Derasnya air di dam Misri, kaki gunung Manggar |
Di tengah hutan, saya bertemu dengan seorang tua yang berjalan
kaki dengan sabit di tangannya. Namanya pak Suradi, demikian dia mengenalkan
diri. Dia mengenal seluk beluk hutan gunung Manggar ini seperti dia mengenal
rumahnya sendiri.
Pak Suradi |
Demikian juga dengan daun jati, fungsinya telah diambil alih
oleh kertas minyak untuk membungkus makanan.
Akibat sampingan yang terjadi, satwa penghuni hutan cukup banyak
berkembang biak. Mulai dari babi hutan, kijang, landak, biawak, ayam hutan, kera,
dan sebagainya. Sedangkan macan dan ular besar, pak Suradi belum pernah
menemuinya.
Akibat sampingan tersebut memang bisa berkonotasi negatif atau
positif, tergantung dari sisi mana kita memandangnya.
Babi hutan misalnya, kata Pak Suradi, dalam semalam bisa dengan
mudah mengacak acak tanaman di tegal. Karena itu, di kalangan penduduk sekitar
gunung, babi hutan lebih dipandang sebagai hama yang harus dibasmi. Namun, pak
Suradi melanjutkan, berburu babi hutan harus hati-hati, karena binatang
tersebut dikenal berani menyerang manusia. Jika sudah terpojok, tidak
segan-segan binatang itu berbalik dan melawan sejadi-jadinya.
Jika babi hutan sudah kena jerat, kata Pak Suradi, maka harus
segera ditombak tepat di jantungnya. Dengan demikian, babi hutan akan segera
mati dan tidak lagi membahayakan.
Jalan setapak sebelum memasuki hutan gunung Manggar, didominasi tanaman lombok dan jeruk |
Meski sudah terjerat, kijang masih bisa melawan dengan cara
menendang. Kaki belakang kijang sangat berbahaya dan masih bisa menimbulkan
luka yang serius. Oleh karena itu, menangkap kijang yang terjerat harus dari arah
depan, dan memegang erat kepalanya.
Dalam beberapa kasus, kijang bisa turun gunung dan masuk
perkampungan. Saya masih ingat, dulu pernah ada kijang yang tersesat masuk
perkampungan penduduk. Penduduk yang heboh segera mengejar dan mengepung
binatang itu. Setelah dikejar kesana kemari, akhirnya binatang itu tersudut di
dapur sebuah rumah. Dalam waktu sekejab, kijang yang malang itu pun habis
dijarah bagian tubuhnya. Ada yang mendapat kaki belakang, segenggam daging
paha, jeroan, kepala, namun banyak juga yang tak mendapat apa-apa. Malangnya,
pemilik rumah yang lari ketakutan saat binatang itu masuk rumahnya termasuk
mereka yang tidak kebagian apa-apa.
Menurut pak Suradi, harga daging kijang memang tidak semahal
daging sapi. Misalnya pas lebaran kemarin, pak Suradi pernah menjual beberapa
kilo daging kijang, dengan harga 25 ribu rupiah per kilonya. Bagi penduduk
desa, daging kijang adalah alternatif yang lebih terjangkau dibanding daging
sapi.
Saya sendiri pernah memakan daging kijang, hasil buruan penduduk
sekitar. Rasanya memang tidak segurih daging sapi, tapi cukup enak. Hampir
seluruh dagingnya adalah otot kenyal, karena memang daging kijang nyaris tidak
ada lemaknya. Biasanya ibu memasak dengan dibuat dendeng.
Jembatan sesek dari bambu, pintu masuk ke hutan gunung Manggar |
Jika ayam sudah dekat dengan jebakan, maka biasanya akan
dikejutkan dengan teriakan dan dikejar dari arah yang tepat. Ayam hutan yang
kaget akan melesat terbang ke arah jebakan, dan terjaring tak berdaya.
Buruan yang tak kalah berharganya adalah landak. Binatang eksotik
ini menurut pak Suradi sangat berharga. Hampir seluruh bagian tubuhnya
mempunyai nilai. Dari dagingnya, darah, bahkan duri durinya yang runcing
berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Harga dagingnya sama dengan daging
kijang, yaitu 25 ribu rupiah per kilonya.
Selain landak, binatang yang juga bisa dipakai untuk pengobatan
adalah biawak. Binatang ini banyak yang memesan untuk mengobati beberapa jenis
penyakit. Sayangnya pak Suradi belum sempat menjelaskan penyakit apa saja yang
bisa disembuhkan dengan daging biawak, termasuk cara mencari binatang tersebut
di hutan gunung Manggar.
Sayangnya, di bagian lain gunung Manggar belakangan marak dengan
aktivitas tambang emas illegal. Ratusan orang yang matanya silau oleh butiran
emas beramai ramai menggali tanah, mencari pasir yang kata orang mengandung
emas. Lubang-lubang besar menganga, merusak ekosistem dan lingkungan hutan
gunung Manggar yang mulai tumbuh kembali. Sangat disayangkan jika hanya karena
butiran emas, maka gunung Manggar akan rusak.
Dalam pekembangannya, beberapa orang mengklaim telah menemukan
beberapa gram emas. Namun ini harus ditebus dengan harga mahal dan nyaris tak
masuk akal. Misalnya, tetangga desaku yang membawa pulang beberapa kuintal
tanah dan disaring di rumah, hanya mendapat beberapa butir emas yang dihargai
tak lebih dari 200 ribu. Belum lagi resiko runtuhnya lubang lubang gua, yang
berakibat tewasnya para penggali yang terjebak di dalamnya. Entah sudah berapa
orang yang meninggal karena ambisi emasnya yang tak tertahan.
--------------------------------------------------
Untungnya, saat ini tambang emas di gunung Manggar sudah
dilarang. Pihak kepolisian dari Polres Jember dan Polsek Ambulu dan Wuluhan,
bersama sama dengan pihak Perhutani telah dengan tegas melarang aktivitas
tambang emas dan menyatakan sebagai kegiatan illegal.
Bagikan
Seribu Pesona Gunung Manggar di Ambulu
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
7 komentar
Tulis komentarEman Yo...kawasan gunung Manggar saiki rusak .....
ReplyEman Yo...kawasan gunung Manggar saiki rusak .....
ReplyIya mas. Banyak hal yang perlu direhabilitasi di gunung ini. Setidaknya, penambangan emas liar itu bisa dihentikan
ReplyHmmmm kangen banget ....
ReplyMandi dan Karanganyar seger
Hehehe dam Karanganyar toh
ReplyKalo mau naik gunung lewat mana ya? dam karanganyar kah?
Replysilahkan masukkan komentar anda disini