Friday, March 20, 2020

Pulau Penyengat, Sekali Seumur Hidup, Sempatkanlah Berkunjung Kesini........


Semasa masih SD atau SMP dulu,kita tentu sering mendengar tentang Gurindam 12, Raji Ali Haji, Pulau Penyengat, dan kerajaan Melayu. Ingatan tersebut begitu membekas, sehingga selalu saja timbul keinginan, kapan ya bisa kesana...

Pulau Penyengat
Pulau Penyengat sendiri adalah sebuah pulau kecil di wilayah kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau. Luasnya kurang lebih 2 km persegi. Dahulu pulau ini menjadi jujugan nelayan untuk mengambil air tawar. Karena saat itu banyak terdapat serangga yang menyengat, maka pulau itu lalu lebih dikenal dengan nama Pulau Penyengat.



Pintu gerbang pulau Penyengat di dermaga
Untuk menuju Pulau Penyengat cukup mudah. Kita bisa naik perahu pompong dari Pelabuhan Sri Bintan di Tanjung Pinang. Tarifnya Rp. 7.000 per orang sekali jalan, atau Rp 5.000 untuk penduduk lokal. Perahu akan jalan jika penumpang sudah ada 15 orang. Namun jika tidak sabar menunggu, dengan Rp 100.000 perahu akan bisa kita carter walau hanya terisi 1 orang.

Perahu Pompong, sarana transportasi dari Tanjung Pinang ke pulau Penyengat

Dermaga Pulau Penyengat
Loket pembelian tiket perahu Pompong di Pulau Penyengat


Untuk mengelilingi Pulau Penyengat, kita bisa naik becak motor. Angkutan ini biasanya mangkal di pertigaan depan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat. Tarifnya Rp. 30.000 per jam. Pengemudi becak yang merangkap sebagai guide ini nanti akan mengantar kita berkeliling mengunjungi situs situs penting. Jadi yang tidak mau repot jalan kaki, atau repot membuka google untuk referensi sejarah, bisa memakai jasa becak motor ini.

Becak Motor, sarana transportasi di pulau Penyengat, mangkal di perempatan jalan

Balai Kelurahan dan Penginapan di depan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
Alternatif transportasi lainnya adalah sepeda. Tarifnya murah.  Dengan membayar Rp. 10.000/ jam, kita bisa berkeliling pulau sambil mengayuh sepeda. Dijamin tidak akan capek, karena luas pulau yang tidak terlalu lebar.

Jalan setapak di pulau Penyengat

Jalan utama di pulau Penyengat. Kecil dan sederhana, karena tidak ada mobil disini

Rumah Penduduk di Pulau Penyengat

Saya sendiri memilih untuk berjalan kaki. Selain lebih leluasa, juga lebih bebas memilih situs mana yang mau dikunjungi lebih dahulu. Atau mana yang di skip, lalu lanjut ke tempat lainnya.

Pintu gerbang Balai Adat Pulau Penyengat
Hanya saja jalan kaki menuntut fisik yang bugar. Dalam kondisi cuaca tropis yang panas, baju dengan cepat bisa jadi basah kuyup oleh keringat. Sementara di sisi lain, kita dituntut untuk mandiri mencari referensi di internet tentang artefak dan situs yang kita kunjungi.

Petunjuk arah di perempatan jalan utama 
Di pulau penyengat sendiri ada banyak situs, makam, atau tempat bersejarah yang bisa kita kunjungi. Ada yang kondisinya tinggal puing, ada yang masih utuh tapi tak terurus. Ada juga peninggalan yang masih utuh dan tetap dipakai oleh masyarakat sekitar. Semua menawarkan sensasi sejarah dan warisan masa lalu.

Balai adat Pulau Penyengat. Ada sumur tua di dekat bangunan ini, tempat nelayan dulu mengambil air tawar
Dengan begitu banyaknya peninggalan sejarah dan artefak di pulau Penyengat, maka tak heran jika pulau Penyengat juga diusulkan sebagai salah satu warisan budaya dunia (world culture heritage) pada tahun 2016. Hanya sayangnya, sampai tahun 2019 kemarin usulan tersebut masih masuk dalam daftar tunggu di UNESCO.

Penyengat for World Heritage
Ada banyak situs bersejarah, makam, dan warisan leluhur yang menjadi cagar budaya di pulau ini. Kita bisa mengunjungi makam Raja Ali Haji yang terletak satu kompleks dengan makam Engku Putri Hamidah, Raja Ahmad, Raja Abdullah, dan Raja Aisyah.

Raja Ali Haji adalah anak dari Raja Ahmad  dan cucu dari Raja Haji Fisabilillah. Beliau adalah pujangga kerajaan yang banyak menghasilkan karya bermutu, antara lain Gurindam Dua Belas, Bustanul Katibin, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji adalah peletak dasar pertama tata bahasa Melayu melalui buku Pedoman Bahasa yang ditulis pada tahun 1885-1886. Bahasa Melayu standar inilah yang kemudian ditetapkan sebagai bahasa nasional atau bahasa Indonesia dalam Konggres Pemuda 28 Oktober 1928.

Perigi suluk, sumur tua peninggalan keluarga kerajaan Melayu Riau
Selain kompleks makam Raja Ali Haji, tempat lain yang cukup penting adalah makam Raja Haji Fisabilillah. Makam ini terletak di atas bukit, sebelah SMPN 9 Tanjung Pinang. Raja Haji Fisabilillah adalah Pahlawan Nasional karena perjuangannya melawan Belanda tahun 1784 di Melaka.

Kompleks makam Raja Haji Fisabilillah

Makam Raja Haji Fisabilillah

Penanda makam sang pahlawan nasional

Salah satu peninggalan sejarah yang cukup penting adalah benteng Bukit Kursi. Benteng ini dibangun pada abad ke 18 yakni pada tahun 1782 pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Riayatsyah dan Raja Haji Fisabilillah. Ketika pecah perang antara kerajaan Riau Johor melawan Belanda, benteng ini menjadi salah tau benteng pertahanan yang utama yang menjaga setiap kapal yang akan masuk ke pusat kerajaan Riau Johor di hulu Sungai Riau.

Pintu masuk benteng Bukit Kursi

Benteng Bukit Kursi

Pemandangan laut lepas dari atas Benteng Bukit Kursi
Pada masa kerajaan Melayu Riau, benteng ini dilengkapi dengan 80 meriam yang ditempatkan di tempat tempat strategis di dalam benteng. Meriam meriam tersebut didatangkan langsung dari Eropa Di samping itu, di sekeliling benteng juga diperkuat dengan parit pertahanan sedalam 2 meter. Parit yang menghubungkan lokasi meriam ini berfungsi untuk menyuplai mesiu dan peluru.

Meriam Peninggalan Kerajaan Melayu di atas Bukit Kursi

Meriam yang tersisa di salah satu sudut benteng

Meriam yang tersisa dari 80 unit yang dulu didatangkan dari Eropa
Ketika kerajaan Melayu Riau dikuasai Belanda, banyak dari meriam tersebut yang dirampas Belanda dan dijual di Temasek sebagai barang rongsokan. Karena itu tidak heran jika saat ini meriam yang tersisa hanya tinggal beberapa saja.


Di pulau Penyengat dahulu ada tiga benteng pertahanan. Namun yang paling besar dan strategis adalah benteng Bukit Kursi. Entah kenapa dinamakan demikian. Lokasinya diatas pasar Warisan dan makam raja Aburrahman Yang Dipertuan Muda VII.

Kompleks makam Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda Riau VII

Kompleks makam Raja Abdurrahman dilihat dari arah pasar Warisan
Bicara soal pasar Warisan, sesuai dengan namanya, tempat ini adalah tempat penduduk setempat berjual beli. Konsepnya lebih mirip pasar wisata, yang hanya buka pada hari Minggu saja. Jika anda berkunjung selain hari Minggu, maka tempat ini terkesan sepi, suram, kotor, dan sedikit menyeramkan. Maklum saja lokasinya dikelilingi oleh makam dan tempat-tempat wingit.

Pintu masuk pasar Warisan dari arah makam raja Abdurrahman

Pasar Warisan yang sepi jika tidak sedang buka
Satu peninggalan penting yang masih utuh lainnya adalah Gedung Mesiu, atau oleh masyarakat sekitar dikenal sebagai gudang Obat Bedil. Letaknya tidak jauh dari benteng Bukit Kursi, sekitar 50 meter di bawah benteng. Dari gedung tua yang terletak di bawah makam raja Abdurrahman ini, mesiu disupplai ke benteng Bukit Kursi.

Gudang Mesiu, peninggalan masa Raja Abdurrahman tahun 1832
Situs lain yang relatif masih utuh adalah Istana Raja Ali Marhum atau yang lebih dikenal sebagai Istana Kantor. Istana ini adalah bekas kediaman istana Raja Ali Marhum Kantor atau Raja Ali Yang Dipertuan Muda  Riau VIII  (1844 - 1857 M). Selain berfungsi sebagai istana, juga berfungsi sebagai kantor. Lokasi istana yang sepi dan jauh dari pemukiman membuat tempat ini terasa agak wingit. Tak heran jika lokasi ini pernah dijadikan lokasi uji nyali oleh program Tukul Jalan-jalan.

Pintu gerbang Istana Kantor, peninggalan raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII tahun 1844

Pelataran Istana Kantor yang relatif masih terawat

Istana Kantor dilihat dari arah samping
Dari semua situs, artefak, maupun petilasan cagar budaya di pulau Penyengat, yang paling menarik tentu Masjid Raya Sultan Riau Penyengat. Masjid yang terletak di pintu dermaga penyeberangan ini dibangun pada tahun 1832 pada pasa pemerintahan Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda VII, Sultan kerajaan Riau Lingga. Menurut cerita, masjid ini dibangun dari putih telur dan tanah liat sebagai pengganti semen. Warna masjid kuning cerah dengan ornamen hijau, tampak mencolok dibanding rumah-rumah penduduk di sekitarnya.

Masjid Raya Sultan Riau pulau Penyengat, dibangun tahun 1832

Masjid raya yang dibangun menggunakan putih telur dan tanah liat

Pelataran masjid dan bangunan pelengkapnya

Pintu gerbang masjid dan menaranya
Jika kita masuk ke dalam masjid yang berusia ratusan tahun ini, kita akan menjumpai sebuah mushaf Al Qur’an yang ditulis tangan. Al Qur’an kuno ini ditulis oleh Abdurrahman Stambul, putra asli Penyengat pada tahun 1867. Saat ini, mushaf ini dipamerkan di kotak kaca depan pintu masjid.

Mimbar utama masjid terbuat dari kayu jati, yang didatangkan langsung dari Jepara. Di dekat mimbar ini juga ada sepiring pasir yang konon dibawa oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua dari Mekkah pada tahun 1820. Artefak antik yang lainnya adalah permadani dari Turki dan lampu kristal hadiah dari kerajaan Prusia pada tahun 1860-an.

Al Quran tulisan tangan kuno, yang ditulis tahun 1867

Mihrab terbuat dari kayu jati dari Jepara

Karpet, lampu kristal dan ornamen di mihrab masjid
Ciri khas masjid ini terdapat pada kubahnya yang berjumlah tiga belas dan empat menara. Jika dijumlah akan menunjuk pada angka 17. Hal ini dapat diartikan pada jumlah rakaat yang harus ditunaikan umat Islam dalam sholat setiap hari.

Menara masjid

Makam di belakang masjid
Pada akhirnya, jika pengunjung merasa capek berkeliling pulau dan ingin beristirahat, tersedia penginapan dengan 7 kamar di depan masjid. Penginapan tersebut dikelola oleh Takmir Masjid, yang artinya sebagian keuntungan nanti akan masuk ke dalam kas masjid.

Penginapan dan becak motor yang mangkal di depan masjid
Pusat oleh oleh di jalan arah Balai Adat Pulau Penyengat




Bagikan

Jangan lewatkan

Pulau Penyengat, Sekali Seumur Hidup, Sempatkanlah Berkunjung Kesini........
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

3 komentar

Tulis komentar
avatar
March 20, 2020 at 10:48 AM

oleh2 nya mana pak kaji ?? kikiki...

Reply
avatar
October 12, 2020 at 1:34 PM

MasyaAllah masih semangat ngeblog bapak ☺

Reply

silahkan masukkan komentar anda disini