Nikmatnya Buka Puasa di Pantai Brumbun
Mobil Panther yang kami tumpangi malam itu meraung-raung
mendaki jalanan terjal, melintasi jalanan rusak dengan kemiringan yang ekstrim.
7 orang penumpangnya terguncang-guncang di dalamnya, hingga harus berpegangan
erat pada kursi masing-masing. Adzan maghrib yang tinggal 30 menit lagi memaksa
kami untuk tidak memperdulikan semua itu. Harapannya cuma satu, bisa sampai ke
pantai Brumbun sebelum waktu buka puasa tiba. Sempat kulirik jam tanganku, waktu saat itu menunjukkan pk 17.05, hari Sabtu, 4 Agustus 2012. Berbarengan dengan hari ke 15 puasa Ramadhan 1433 H.
Keelokan pantai Brumbun dari atas bukit * |
Infrastruktur jalan menuju pantai Brumbun memang rusak
parah. Di beberapa tempat malah batu-batu
besar menonjol dengan lubang dalam di sisinya. Belum lagi medannya yang panas
dominan dengan tanaman jagung dan ketela. Kata penduduk setempat, jalan disini
dulunya lumayan bagus. Meski tidak diaspal hotmix, namun cukup baik untuk jalan
kendaraan roda 4. Hanya saja, setelah ada gelombang reformasi belasan tahun
silam, kondisi jalan menjadi rusak parah dan tak terpelihara.
Di tengah jalan, kami melihat sekelompok petani yang sedang
memanen ketela pohon, dan menaikkannya ke atas truk. Pikir kami, enak juga ya
kalau nanti malam bisa bakar ketela di pinggir pantai. Segera saja mobil kami
hentikan dan menghampiri mereka. Maksud kami ingin sekedar membeli barang lima
ribu rupiah. Namun ternyata mereka malah mempersilahkan kami untuk mengambil
ketela semau kami, dan menolak uang yang kami sodorkan. Meski kami memaksa,
mereka tetap menolaknya. Akhirnya kami membawa sekarung ketela pohon, sementara
uang lima ribu itu diam-diam kami letakkan di kursi sopir truk.
Salah satu sudut muara di pantai Brumbun * |