Akhirnya Lintas Alam Semen Besuki (LASKI) X Tahun 2015 dalam
rangka hari jadi Kabupaten Kediri ke 1.211 digelar. Ajang tahunan yang menguji
adrenalin para pecinta alam bebas, outdoor, dan adventure itu dilaksanakan hari
Minggu, 26/4, kemarin dan diikuti oleh ribuan pecinta alam dari berbagai
daerah. Selain sebagai rangkaian kegiatan menyambut hari jadi Kediri, event ini
juga diadakan untuk memperkenalkan keindahan alam lereng Gunung Wilis di
wilayah kecamatan Semen sampai dengan area wisata Irenggolo Desa Besuki
Kecamatan Mojo.
Pukul 06.00 peserta diberangkatkan langsung oleh Bupati
Kediri dr. Hj. Haryanti Sutrisno dengan mengangkat bendera start, dan disambut
dengan antusias oleh ribuan peserta. Beberapa peserta malah segera berlari
begitu bendera start dikibarkan, seolah tidak mau ketinggalan oleh yang
lainnya. Barangkali iming-iming menjadi peserta tercepat memotivasi mereka untuk berebut menjadi yang terdepan.
Tidak terlalu lama meninggalkan garis start, peserta sampai di Pos 1 yang terletak di depan Gereja Puhsarang. Karena masih dalam rombongan besar, maka peserta harus berdesak desakan untuk
mendapatkan stempel dari panitia. Tidak terlalu sulit sebenarnya, karena ada
beberapa panitia yang stand by untuk membantu peserta. Termasuk juga aparat
keamanan yang mengarahkan peserta ke rute yang telah ditetapkan.
Gerbang kawasan wisata Puhsarang |
Peserta melewati depan Gereja Puhsarang yang eksotik |
Lepas dari pos 1, kondisi jalan mulai mendaki. Kontur jalan
naik dan berbelok belok, menyusuri jalanan desa yang jarang dilalui kendaraan.
Meski begitu, pemandangan yang elok terhampar di kiri kanan jalan, membuat
decak kagum peserta, utamanya yang berasal dari luar daerah Kediri. Keramahan
penduduk lokal yang menyediakan minuman ala kadarnya juga patut diacungi
jempol. Beberapa diantara mereka juga berinisiatif menjual buah buahan hasil
kebun sendiri dengan harga yang sangat terjangkau.
Di jalur ini peserta juga melewati area makam desa, tempat TAN MALAKA dulu dieksekusi dan dimakamkan. Sayangnya tidak ada petunjuk apapun tentang tempat atau peristiwa itu di tempat ini, sehingga banyak peserta yang tidak tahu.
Kuburan tua yang diduga sebagai lokasi makam TAN MALAKA |
Kekuatan fisik peserta mulai diuji selepas Pos 2. Disini
peserta mulai dihadapkan dengan jalan yang menanjak dengan kemiringan ekstrim. Kondisi jalan umumnya batu makadam berlapis tanah berlumpur. Sangat membahayakan, karena jalan cenderung licin.Belum
lagi hujan turun semalam, menyisakan aliran air seperti sungai kecil yang merambat turun di sela-sela batu.
Peserta juga harus berhati-hati karena di beberapa titik terdapat tanah longsor yang masih labil.
tanah longsor semalam |
Karena jalur ekstrim itu pula, beberapa peserta mulai tumbang dan harus dirawat petugas medis.
Peserta mendapat perawatan medis |
Setelah menempuh medan berat, barulah peserta sampai di pos
3. Di pos ini panitia membagi bagikan air minum dan makanan tradisional.
Peserta bebas mengambil pisang rebus, singkong rebus/goreng, dan beberapa
penganan ringan lainnya. Beberapa warung penduduk lokal di sekitar Pos 3 tak
luput dari serbuan peserta yang membeli aneka makanan, sebagai bekal sebelum melanjutkan
perjalanan.
motor trail untuk evakuasi di jalur sulit |
Berebut singkong rebus dan air minum |
Setelah puas beristirahat, peserta kembali melanjutkan perjalanan. Beban di ransel jadi bertambah, dengan beberapa botol air minum. Namun begitu, indahnya alam di sekitar membuat perjalanan jadi ringan dan menyenangkan.
Peserta mengabadikan keindahan alam di sepanjang jalan |
Perjalanan antara Pos 3 dan Pos 4 di Kali Bruno adalah medan
yang paling berbahaya. Peserta harus melalui jalan sempit menyusuri lereng gunung Wilis. Kondisi jalan mayoritas tanah liat, berlumpur, dan sangat licin.
Peserta harus ekstra hati-hati melangkah. Karena jika terpeleset sedikit, maka
jurang sedalam puluhan meter di sebelah kiri akan siap memangsa. Begitu
dalamnya jurang tersebut, sehingga suara gemuruh air sungai di dasar jurang
hanya sayup-sayup terdengar.
Jalan sempit di pinggir jurang |
Di beberapa petak, kondisi jalan terputus. Ada yang
terpotong oleh luapan sungai kecil dari atas gunung, ada juga yang jalan
tergerus dan longsor. Peserta harus berpegangan pada dahan pohon agar bisa lewat. Mereka juga harus saling membantu satu sama lain, agar bisa
melalui jalan tersebut. Tidak ada alternatif jalan lain yang bisa dilalui.
Kondisi ini semakin mencekam, saat di langit awan hitam mulai menggelayut,
pertanda hujan akan tiba. Tidak terbayangkan nanti jika kami akan kehujanan di
lokasi seterpencil ini, dengan kondisi jalan yang berbahaya.
Pos 4 merupakan pos yang paling mencekam, dan paling
terpencil di banding Pos lainnya. Disini peserta harus menyeberangi sungai dan
kembali mendaki medan terjal di seberang sungai. Tidak ada jembatan yang bisa
dilalui. Untuk bisa menyeberang, peserta hanya dibantu tali yang melintang di tengah sungai. Meski kedalaman sungai hanya sepinggang, tapi ternyata arusnya cukup deras. Jika tidak waspada, peserta bisa terseret arus sungai dan terbentur batu-batu besar di sepanjang aliran sungai. Pada LASKI beberapa tahun yang lalu,
ada salah satu peserta yang tewas saat menyeberangi sungai Bruno ini.
Untuk mengantisipasi adanya kecelakaan, beberapa orang dari TAGANA dan Tim SAR bersiaga di tengah sungai, membantu peserta untuk menyeberang. Mereka juga mengarahkan peserta agar tidak melintasi titik-titik tertentu di sungai yang dianggap berbahaya.
Setelah berhasil menyeberangi sungai, peserta kembali harus
bersiap dengan tantangan yang tak kalah berbahaya. Kali ini mereka harus mendaki tebing curam dengan kondisi yang sangat licin. Tanah berlumpur yang dilalui ribuan orang kemudian menjelma menjadi jebakan yang membahayakan.
Beberapa orang terpaksa harus jatuh bangun. Yang lainnya cukup beruntung jika hanya terpeleset dan berlepotan tanah. Beruntung panitia cukup sigap
menolong, sekaligus menjulurkan seutas tali tambang yang bisa dipakai sebagai
pegangan.
Lepas dari hutan kali Bruno, peserta memperoleh sedikit
hiburan dengan kondisi medan yang beraspal. Cukup banyak dari panitia,
official, maupun sekedar penjaja makanan disini. Mereka berbaris, dan mengelu elukan peserta yang baru muncul dari hutan, seakan menyambut pahlawan
pulang dari medan perang. Beberapa ambulans juga terlihat siaga, jika
sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan.
Keramaian setelah lepas dari hutan |
Disini peserta bisa beristirahat sejenak, menyantap bekal, atau mengatur strategi dan tenaga untuk menghadapi etape berikutnya. Beberapa ambulan juga terlihat hilir mudik mengangkut peserta yang tumbang dan harus mendapat perawatan medis.
Namun ternyata jalan mulus beraspal itu hanya beberapa ratus
meter saja. Setelah mendapat stempel di Pos 5, peserta harus kembali mendaki
jalan setapak curam keatas gunung. Peserta yang sudah kelelahan kembali dikuras
fisiknya untuk menyelesaikan tahap akhir lintas alam ini.
Berbeda dengan etape sebelumnya, kali ini kondisi jalan didominasi oleh tanah tegal yang dipakai penduduk untuk bertani. Meski begitu, kondisinya tidak lebih baik, karena didominasi tanah gembur dan berlumpur tebal. Sepatu pun tidak berbentuk lagi, berlapis lumpur tebal yang lengket. Akibatnya, perlu perjuangan dan tenaga ekstra untuk sekedar mengayunkan kaki.
Beberapa peserta menyerah. Tidak sanggup lagi meneruskan
perjalanan. Ada yg memutuskan kembali ke Kediri, ada pula yang meneruskan ke
finish di Besuki dengan dibonceng oleh officialnya masing-masing.
Peserta baru bisa bernapas lega, ketika melewati makam Besuki. Sayup-sayup di balik rimbunnya pepohonan, terlihat beberapa villa dan tower pemancar televisi. Ini artinya, garis finish di Besuki telah dekat. Dan tiada kegembiraan yang lebih memuncak hari itu, selain saat disambut panitia di garis finish dengan ucapan selamat dan selembar sertifikat penghargaan.
Bagikan
Lintas Alam Semen Besuki X Tahun 2015
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
silahkan masukkan komentar anda disini