Hujan mengguyur tubuh kami, memaksa kami berlarian ke emperan rumah di pinggir jalan. Pasar desa Gending terlihat gelap. beberapa lampu jalan tidak mampu menerangi kepekatan malam. Secara bergiliran, kami dijemput dengan angkutan pedesaan menuju base camp Songa Bawah, sekitar 200 meter dari tempat kami berada. Tidak terlalu jauh memang. Namun gelapnya malam dan jalan makadam yang licin memaksa kami berpikir ulang jika ingin berjalan kaki memintasinya.
Base Camp Songa Bawah |
Setelah menyelesaikan makan malam, kami segera menyiapkan diri untuk acara selanjutnya malam itu. Pembagian kamar telah disampaikan. Setiap kamar diisi 8 orang, cukup berjejal dan nyaris tak ada ruang longgar untuk meletakkan barang. Namun dalam suasana kebersamaan seperti sekarang ini, hampir tak ada satu pun yang mengeluh. Yang ada hanya guyonan dan obrolan yang riuh rendah.
Acara pertama malam itu diisi dengan paparan hasil presentasi usulan alih status di Jakarta kemarin, yang disampaikan oleh Ketua STAIN Kediri. Beliau optimis, bahwa dalam waktu dekat alih status STAIN Kediri menjadi IAIN Kediri akan segera terwujud. Optimisme tersebut juga disampaikan oleh Dr Fajar sebagai konsultan pengembangan dan alih status STAIN Kediri, dengan dasar nilai akhir dari presentasi yang tinggi, paling tinggi dibanding STAIN yang lain.
Hujan semakin deras. Suaranya bergemuruh menakutkan. Namun hal tersebut tidak membuat kami segera beranjak ke kamar masing-masing. Rasanya kami sepakat, bahwa kalau hanya untuk tidur, buat apa jauh-jauh datang ke sini. Karena itu, kami bertahan untuk menikmati malam di tengah hutan ini. Beberapa orang sibuk mengelilingi meja billyar, bermain bola sodok sebisanya.
Beberapa orang juga sibuk membakar jagung. Lainnya hanya ngobrol di pos ronda depan, ditemani kopi dan jahe hangat. Namun sebagian besar lebih memilih bernyanyi dan berbaur bersama dengan iringan organ tunggal di hall utama.
Beberapa orang juga sibuk membakar jagung. Lainnya hanya ngobrol di pos ronda depan, ditemani kopi dan jahe hangat. Namun sebagian besar lebih memilih bernyanyi dan berbaur bersama dengan iringan organ tunggal di hall utama.
Acara malam itu ditutup dengan api unggun, di tengah lapangan base camp. Hujan telah reda, hingga kami bisa berkumpul di lapangan terbuka. Meskipun kedinginan, kami masih bersemangat untuk berkumpul. Sayangnya, kayu yang basah menyulitkan kami untuk menyalakan api unggun. Satu demi satu kami mencoba, namun masih juga belum berhasil. Upaya kru Songa Adventure untuk menyiram dengan solar hanya membuat berkobar menyala sebentar, untuk kemudian pelan pelan padam kembali.
Kelelahan, satu demi satu dari kami mulai mengundurkan diri. Yang lainnya masih bertahan dengan kegiatannya masing-masing. Dan tiba-tiba kami tersadar, suara gemuruh yang dari tadi kami dengar bukanlah suara hujan. Tetapi itu adalah suara air sungai di samping base camp. Karena gelap, kami tidak bisa melihat seberapa deras luapan sungai. Namun dari suaranya yang bergemuruh, cukup membuat ciut nyali kami untuk menjalani rafting besok.
Keesokan harinya, kami terbangun oleh suara adzan subuh yang bersahut-sahutan di kejauhan. Rupanya, ada perkampungan juga di sekitar base camp ini. Kami pikir base camp ini terletak di tengah belantara yang tak bertuan. Bergegas kami segera mengambil air wudhu dan sholat subuh berjamaah di musholla. Letak musholla yang di pinggir sungai memaksa kami untuk menggigil kedinginan. Belum lagi suara gemuruh air sungai yang meluap membuat suara imam nyaris tak terdengar. Tidak terbayang, bagaimana nanti kami harus mengarungi sungai sederas ini untuk rafting.
Pukul 06.00 kami dikumpulkan di lapangan tengah. Ada senam bersama dan sedikit game-game konyol yang membuat kami bersemangat dan berkeringat. Juga ada sedikit briefing tentang persiapan kami untuk rafting nanti. Rencananya, kami akan rafting di Songa Atas, melewati beberapa air terjun dan goa-goa. Namun dengan kondisi sungai yang meluap, nyaris mustahil bagi kami untuk rafting di tempat itu. Sehingga diputuskan untuk menunggu sampai jam 09.00, apakah Songa Atas bisa dipakai atau tidak. Jika tetap tidak bisa dipakai, maka alternatifnya, kami akan memakai Songa Tengah atau Songa Bawah.
Setelah sarapan dengan soto ayam yang maknyuss, kami segera diangkut dengan pickup bak terbuka menuju tempat rafting. Rupanya kami menuju Songa Bawah, karena ternyata Songa Atas tetap tidak bisa dipakai, bahkan dinyatakan tertutup untuk kegiatan apapun. Ya sudahlah, yang penting kami masih bisa rafting.
Di pinggir sungai, beberapa perahu karet sudah menunggu kami. Sempat ada briefing sejenak dari guide tentang mekanisme melakukan rafting. Kayuh kiri, kayuh kanan, tiarap/boom, bahkan apa yang harus dilakukan jika terlempar dari perahu dan hanyut di derasnya sungai.
Awalnya kamu sempat gentar menyaksikan deru arus sungai yang
meluap. Airnya yang kecoklatan seperti menebar ancaman bagi siapapun yang
mendekati. Terlebih ketika guide berteriak,”Siapa yang tidak bisa berenang?”.
Hampir semua peserta mengacungkan jari. Ada yang dengan ragu-ragu mengangkat
tangan, ada yang cuma senyum kecut, ada pula yang toleh kanan kiri, mencari
dukungan.
Namun melihat besarnya semangat dari sang guide, termasuk
teriakan-teriakan saat perahu mulai dikayuh, pelan-pelan rasa takut itu hilang.
Yang ada kemudian hanya rasa sukacita, ikut larut dalam kegembiraan rafting di
sungai. Sepertinya salah jika ada yang bilang, bahwa 1 orang penakut + 1 orang
penakut = 2 orang penakut.
Soal safety, Songa Adventure sepertinya patut diacungi
jempol. Selain satu perahu dua guide (depan belakang), sepanjang aliran sungai
telah stand by beberapa orang river guard. Lengkap dengan peralatan keselamatan
dan obat-obatan P3K. Dengan begitu, peserta rafting bisa menikmati ayunan
gelombang arus sungai dengan bebas tanpa rasa takut.
Setelah menempuh jarak sekitar 6 km selama 30 menit,
akhirnya kami sampai di pos terakhir, dimana kami harus turun. Pos ini ditandai
dengan adanya jembatan gantung yang melintang di tengah sungai. Setelah turun
dari perahu karet, kami berjalan naik ke pinggir sungai, dan kembali diangkut
dengan pickup bak terbuka ke base camp Songa Bawah.
Di basecamp, suasana sangat ramai. Banyak pengunjung dengan
berbagai kendaraan memenuhi areal basecamp, menanti giliran untuk arung jeram
di sungai Pekalen ini. Kami yang sudah selesai, segera mandi dan berbenah. Jam
12 nanti kami harus segera check out dan kembali ke Kediri.
Bagikan
Dua Hari Yang Luar Biasa di Songa Adventure
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
silahkan masukkan komentar anda disini