Banyak cara untuk mengisi liburan akhir pekan. Ada yang berlibur bersama keluarga, menjalani hobi, rekreasi di tempat wisata, atau malah berolahraga. Bagi kami, hari libur adalah kesempatan untuk kembali bersepeda, mencoba rute rute yang belum pernah kami kunjungi sebelumnya.
Dan hari ini kami sepakat untuk menjajal rute yang sedikit menantang. Jika biasanya kami sekedar gowes di seputaran Selopanggung, jalur Tan Malaka, atau kawasan Lebak Tumpang, maka kali ini kami akan mencoba track di belakang gunung Klothok yang biasa dicoba oleh penggila Offroad. Tepatnya di daerah Sumber Tretes, Lebak Tumpang Kediri.
Awalnya kami bersepeda dengan santai, menyusuri kawasan bong Cino Klothok, lalu terus menyusuri jalan kampung Lebak Tumpang. Namun menjelang jalan curam mendaki di dekat markas LTCC (Lebak Tumpang Cycling Club), kami terus melaju lurus menyusuri jalan setapak.
Beberapa orang sudah terlihat ragu melihat kondisi jalan. Budi bahkan sudah bergumam, “Waduh….masuk hutan lagi nih! Mati aku…”.
Sementara saya sendiri juga sebentar sebentar melirik kondisi sepeda. “Wah…kelihatannya salah sepeda nih. Jalur downhill kok bawa Polygon Heist..”
Tapi melihat yang lain terus melaju, mereka yang semula ragu-ragu akhirnya jadi semangat lagi. Kalau yang lain berani, masak kita gak berani?
Baru beberapa ratus meter meninggalkan jalan aspal, kondisi jalan sudah mendaki tajam. Jalan makadam, berbatu, dan licin di beberapa tempat membuatnya mustahil untuk dilalui dengan sepeda. Terpaksa sepeda harus sering dituntun, bahkan di beberapa tempat kami terpaksa harus memanggul sepeda.
Semakin lama kondisi jalan semakin buruk. Di beberapa tempat malah jalan sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh ilalang dan rumput liar. Sudah tidak terhitung berapa kali kaki dan tangan tergores perdu dan duri duri tajam. Sudah tidak aneh lagi jika ada yang terpeleset dan jatuh dari sepeda. Namun bukannya mengeluh, mereka malah tertawa senang dan saling nggojloki satu sama lain.
Dan akhirnya kami sampai di ujung jalan. Tidak ada lagi jalan setapak, kecuali di aliran sungai yang tidak mungkin dilewati. Kami tersesat !
Dalam kebingungan, kami memanfaatkan momen itu untuk beristirahat sekedar melemaskan otot kaki. Pak Rois mengambil inisiatif untuk kembali menyusuri jalan semula, barangkali ada belokan yang terlewat. Sementara yang lain hanya menunggu sambil beristirahat. Seperti biasa, kami berfoto-foto narsis sambil melihat sekeliling. Rasanya seperti di negeri antah berantah, alas gung liwang liwung.
Tidak sampai 10 menit, pak Rois kembali, membawa info terbaru. Ternyata kami kebablasan. Jalan yang seharusnya belok kanan terlewatkan oleh kami, karena tertutup oleh ilalang. Sehingga kami harus memutar kembali, dan berbelok menembus rimbunnya ilalang dan rumput liar.
Jalan makin curam, rumput yang setinggi lebih dari dua meter memaksa kami untuk lebih berhati hati. Kondisi jalan yang becek akibat hujan kemarin membuat saya beberapa kali terpeleset.
“Memang salah sepeda nih !”, gumamku. Ban sepeda Heist 4.0 yang kecil membuat saya kesulitan mengatur traksi. Belum lagi jalan yang macet akibat teman di depan yang berhenti atau terpeleset. Tapi ya sudahlah…..dinikmati saja.
Menjelang garis finish, kami berhenti sebentar di pinggir kali kering yang penuh bebatuan. Melepas lelah, mereguk air dari botol masing-masing, dan tak lupa, berfoto foto narsis seperti biasa.
Tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara. Bukkk…!
Ternyata Hamim jatuh terduduk di tengah bebatuan, saat mau menyeberang kali. Kondisi batu yang berlumut dan sedikit berair ternyata jebakan yang sempurna bagi mereka yang kurang berhati-hati.
Bukannya menolong, yang lain malah tertawa terpingkal pingkal. Sebagian malah mengabadikan moment itu dengan kamera hapenya. Sungguh tidak berperi kawanan !
Di akhir perjalanan, kondisi medan semakin tidak bersahabat. Bukan saja kami harus turun dari sepeda, namun juga sepeda harus kami panggul agar bisa sampai di lokasi. Satu per satu kami menyusuri jalan semak berbatu, di pinggir jurang aliran sungai.
Dan alhamdulillah, …..akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan! Sepeda kami geletakkan di tengah bebatuan sungai yang kebetulan kering. Kami pun juga bergeletakan di tengah sungai, kecapekan menempuh perjalanan yang berat.
Dari cyclometer di sepedaku, rasanya perjalanan memang tidak jauh. Hanya beberapa kilometer dari jalan aspal di Lebak Tumpang. Namun jarak itu rasanya bagai berpuluh puluh kilometer. Dan kami merasa saat itu seperti ada di belahan dunia lain.
Sayangnya air terjun yang menjadi andalan tempat itu sedang tidak ada. Keringnya sungai membuat aliran air hanya merambat, dan mengalir tenang ke bawah. Meski begitu, kami cukup puas bisa sampai di tempat ini. Perjuangan panjang yang melelahkan terbayar dengan indahnya medan dan alamnya yang masih asli.
Sekitar satu jam kami berada di tempat itu, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk kembali turun. Kami berharap suatu saat bisa kembali lagi ke sini. Dengan persiapan yang lebih matang, dengan kondisi sepeda dan fisik yang lebih mendukung tentunya.
Bagikan
Mencoba Jalur Offroad di Gunung Klothok
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
5 komentar
Tulis komentarMantab pak haji, suatu saat kita harus kembali kesono lagi,kita liat, apakah kita masih saja tersesat ato nggak, haha.... Oh ya,tentunya nunggu 'adek'nya si heist bukan?.. :-) -dion-
ReplyTengkyu mas D. Aku masih setia nunggu lungsuran MOSSO
ReplyQ kadang ketawa sendiri, apalagi nyebut nama mas box n mas ham, kel kel kel...
ReplyKang has
wow pak tri...
ReplyHahahaha......
Replysilahkan masukkan komentar anda disini