Setelah sekian lama mengimpikan untuk bersepeda di lereng gunung
Bromo, akhirnya baru kali ini kami mendapat kesempatan tersebut. Dan kemarin,
Minggu 4/9/2016, kami dari komunitas KERR (Kediri Rock Rider) dan SEMAR
(Sepeda, Makan, Rekreasi), berkesempatan untuk menjajal track legendaris di
gunung Bromo melalui jalur Jemplang. Tercatat ada 12 anggota KERR dan 3 anggota
SEMAR ikut berpartisipasi. Rencananya, kami akan loading dulu dari Poncokusumo,
masuk pos Coban Trisula, lalu turun di Pos Jemplang.
Sekitar pk 08.00 kami mengawali start dari desa Poncokusumo.
Sepeda kami loading di pickup, dan kami beramai ramai naik pickup yang satunya.
Suasana cukup menyenangkan. Hawa sejuk di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBS) cukup menggigit. Di beberapa tempat, kami harus mepet ke pinggir
tebing jalan, ketika berpapasan dengan kendaraan lain. Jalan yang sempit,
berkelok kelok, dan disaput kabut, membuat perjalanan ini menjadi menyeramkan.
Di beberapa kesempatan, kami harus mengalah dari hardtop dan
mobil jeep 4WD yang merajai wilayah tersebut. Karena sempitnya jalan, beberapa
kali hampir terjadi senggolan antar kendaraan. Untuk menjaga hal yang tidak
diinginkan, maka seat post dan sadel sepeda kami lepas.
Pos Jemplang |
Tiba di Jemplang, kami terpesona oleh keindahan kawah pasir
gunung Bromo di depan kami. Meski berselimut kabut, namun samar-samar keindahan
itu tetap terlihat. Beberapa dari kami sibuk berselfie ria, sementara yang lain
menurunkan sepeda dari pickup.
Kabut tebal menyambut para bikers |
Semangat ! |
Mas Hendra, sang Marshall |
Setelah berdoa dan briefing sejenak oleh mas Hendra selaku marshal,
kami segera berbelok ke kiri dan mulai menyusuri jalan setapak menembus hutan.
Jalan itu kecil, berbatu batu, dan tak jarang tertutup oleh semak belukar atau
pohon tumbang. Bagi yang tak terbiasa dengan jalur off road atau mengendarai
hardtail, track ini cukup menyulitkan.
Belum jauh kami mengayuh pedal, cobaan mulai datang. Rantai
sepeda milik salah seorang teman kami
putus. Seluruh rombongan kemudian berhenti, dan fokus pada perbaikan rantai
yang putus tersebut. Dalam kondisi normal, mengalami putus rantai di tengah
hutan seperti itu tentu musibah besar. Bengkel jauh, toko spare part terdekat
pun bisa berjam jam perjalanan. Untungnya salah seorang teman kami, Mamet,
membawa tool yang komplit. Dengan cekatan dia memotong rantai yang putus, dan
menyambungnya kembali.
Pemandangan gunung Bromo di kejauhan |
Setelah semua beres, kami kembali menuruni gunung. Di sebelah kanan kami,
nun jauh dibawah sana, terlihat hamparan padang pasir gunung Bromo. Samar-samar
di balik pekatnya kabut, terlihat kepulan asap dari kawah gunung Bromo,
berlindung di sebelah tegapnya gunung Batok. Sayangnya, kami tidak bisa leluasa
menikmati indahnya alam, karena harus konsentrasi penuh pada kondisi jalan di
depan. Lengah sedikit, bisa jatuh dan terguling di jurang. Tidak jarang, kami terpaksa harus turun dan menuntun sepeda.
Untuk kelas pemula seperti saya, menuruni medan terjal dan
berbatu seperti itu tentu bukan hal yang mudah. Terlebih jalan yang kami tempuh
kadang tertutup semak belukar, terhalang pohon tumbang, atau harus melompati
batu-batu besar. Thrill Ricochet 1.0 yang aku naiki pun harus bekerja keras
melewati semua rintangan.
Di sebuah padang savana, kami berhenti sejenak. Kondisi medan
yang sulit membuat rombongan menjadi terpencar dan berjauhan satu sama lain.
Untungnya, HT yang kami bawa cukup membantu kami untuk tetap saling terhubung.
Sambil beristirahat, kami melepas dahaga dan membuka bekal kami masing masing. Dan memang benar apa
yang dikatakan pak Yanuar, dalam kondisi
seperti ini, sebaik baik bekal adalah IMAN dan TAKWA.
Menikmati keindahan gunung Bromo |
Setelah beristirahat sejenak, kami kembali melanjutkan
perjalanan. Kali ini jalan tidak terlalu menurun, namun kesulitan lebih besar
kembali menghadang. Debu ! Ya, debu-debu halus dari letusan gunung Bromo
membuat jalanan menjadi berat dan roda mudah selip. Debu-debu itu juga yang
membuat jalanan menjadi gelap dan menyesakkan napas. Di beberapa tempat , tebu
itu sedemikian tebalnya sehingga roda sepeda nyaris terperosok di dalamnya.
Di tengah tengah trek yang berbelok dan cukup curam, kami
berhenti. Dengan dipandu Marshal, satu per satu kami memacu pedal menuruni
lereng curam tersebut. Dan satu per satu, beberapa orang selamat sampai di
bawah. Ketika tiba giliranku, rasa was was mulai menghantui. Nanti bisa sampai
di bawah gak ya? Dengan peralatan safety yang seadanya dan tanpa body protector
yang layak, rasanya turunan ini kok jadi menakutkan….
Dengan dada deg degan, saya sampai juga di bawah, meski beberapa
kali roda depan terpeleset di tumpukan debu. Namun baru mau mengambil napas
lega, di terdengar teriakan di HT ,”stop…! Stop..! Ada accident…!
Pak Yan Jatuh!”
Benar saja, tampak kemudian pak Yan berjalan dalam kondisi yang
acak acakan dan penuh debu. Kami yang khawatir segera memeriksa kondisi pak
Yan, dan memastikan tidak ada luka yang serius. Ternyata ketebalan debu yang
membuat pak Yan jatuh malah menyelamatkannya dari luka yang serius akibat
benturan.
Untuk selanjutnya, kami menjadi lebih berhati hati. Jalanan
makin menyempit dan menurun, membuat kami harus ekstra waspada. Belum lagi kami
harus berbagi jalan dengan beberapa komunitas trail yang melalui jalan yang
sama. Sering kami memilih untuk menuntun sepeda demi keselamatan bersama.
Dengan percaya diri, pak Rois mendahului yang lain memacu sepeda
menuruni bukit. Tanpa disadarinya, ada selokan kecil di depan yang memotong
jalannya. Dan tiba-tiba…..brakkk ! Roda depan sepedanya
terperosok ke parit, membuat pak Rois terpelanting ke depan. Belum cukup, sedetik
kemudian sepeda specialized big hit miliknya jatuh dengan keras menimpa
dirinya. Seketika, pak Rois pun terkapar di pinggir ladang.
Rombongan seketika berhenti. Semua bergegas datang menolong pak
Rois. Sebagian anggota yang masih di atas hanya bisa melihat, sebelum
memutuskan untuk turun di jalan yang sama. Alhamdulillah, body safety yang
komplit telah menolong pak Rois dari cedera yang serius. Dia hanya mengalami
lecet lecet di tangan dan kaki.
Beberapa kali accident membuat kami lebih berhati hati. Pemegang
HT wajib berada di depan dan belakang, untuk memastikan seluruh anggota dalam
kondisi baik. Jika tidak memungkinkan, maka lebih baik turun dan menuntun
sepeda, daripada memaksakan diri untuk turun dengan bersepeda.
Semakin siang, kondisi jalan semakin tidak bersahabat. Mendaki bukit, menuruni tebing, semua harus dilakukan dengan hati-hati. Jika tidak, maka harus siap dengan resiko terjatuh ke jurang di kanan kirinya.
Meski begitu, accident kembali terjadi. Kali ini pak Yan kembali
kebagian apes, harus mencium beton makadam yang kasar saat terlempar dari
sepeda yang dinaikinya. Peristiwa itu terjadi di trek lebar saat memasuki
perkampungan. Karena jatuh di jalan kasar, maka kali ini luka luka yang
diderita pak Yan agak serius. Tangan dan kakinya harus dibalut perban,
sementara kepalanya yang terlindung helm juga terbentur dengan keras.
Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan ke TW.
Untuk menghemat waktu dan tenaga, sepeda kami loading dengan pickup menyusuri
Tanjakan Setan, lalu tembus ke Ngadirejo hingga desa Tutur.
Untuk etape selanjutnya, kami mencoba trek TW Bike Park. TW Bike
Park adalah sebuah arena alam yang didesain sebagai track untuk bersepeda down
hill. Tingkat kesulitannya juga bervariasi, mulai dari yang fun sampai DH
tingkat berat. Dengan lokasi di tengah hutan, maka trek ini sangat nyaman
dicoba. Biker tinggal memilih lokasi sesuai dengan sepeda yang dinaikinya,
apakah itu cross country (XC), Dirtjump (DJ), All Mountain (AM), atau bahkan
level Down Hill.
Beberapa orang dari kami menjadi tertantang untuk mencoba
beberapa obstacle. Mereka yang terbiasa bermain launcher makin bersemangat
menggenjot sepedanya. Sedangkan yang lain, hanya memilih aman dan lewat di
sampingnya saja. “Safety first”, kata
pak Yan.
Meskipun dipandu marshal, namun karena mayoritas dari kami baru
sekali ini menjajal trek TW, tak urung banyak dari kami yang terjatuh. Tak
terhitung lagi berapa orang yang jatuh. Bahkan menjelang finish di warung
Renes, persediaan kapas, perban, dan obat-obatan kami telah habis. Praktis,
jalur sepanjang 9 km di tengah hutan daerah Tutur dan Welang itu benar benar
menguji fisik dan nyali kami.
Membantu anggota klub sepeda lain yang mengalami accident |
Track di TW Bike Park |
Terjatuh lagi.... |
Pukul 16.30, kami memasuki garis finish di desa Welang. Dalam kondisi capek dan babak belur, kami mempersiapkan diri untuk pulang ke Kediri. Sepeda segera diloading ke pickup, mandi, dan mengisi perut di warung Renes.
garis finish |
Bagikan
Bromo Enduro Challenge, Menikmati Bromo Dengan Cara Yang Berbeda
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
7 komentar
Tulis komentarMantab Pak Haji !...
ReplyKeren . Dian (KERR)
ReplyPak Kaji pancen josss !!
ReplyBuat semuanya aja ... Jangan lupa bejal yg utama tadi yaa ... wkwkwkwk
Bekal utama: IMAN & TAQWA ...wkwkwkwkwk
ReplyBekal utama: IMAN & TAQWA ...wkwkwkwkwk
ReplyBisa minta cp nya marshal
Replymarshalnya ini https://www.facebook.com/heenDRaa
Replysilahkan masukkan komentar anda disini