Hari ini, Rabu 9 Juli 2014, adalah moment bersejarah bagi
bangsa Indonesia. Dimana untuk ketiga kalinya bangsa Indonesia memberikan
suaranya untuk memilih presiden RI. Ada dua kandidat yang bertarung pada Pemilu
kali ini. Yang pertama adalah pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa, dan
yang kedua pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Bagi banyak orang seperti saya, pemilu hari ini adalah akhir
dari penderitaan panjang masa kampanye. Sudah bukan rahasia lagi bahwa di
kalangan grass root terjadi gesekan yang luar biasa tajam. Saling caci, saling
fitnah, saling unfriend di FB, leave group, debat berkepanjangan, dan
lain-lain. Semua berlangsung secara kasar dan tidak mengenal adab. Ajang pertempuran
tersebut terjadi di semua media dan sarana. Di twitter, di facebook, di
whatsapp, obrolan di kantin kantor, dimana mana! Bahkan televisi pun sampai
harus ditegur berkali-kali oleh KPI, karena keberpihakan yang amat menyolok
pada salah satu kandidat. Metro TV yang mendukung Jokowi harus berhadap hadapan
dengan TVOne dan MNC Grup (http://nasional.kompas.com/read/2014/07/04/21242261/KPI.Minta.Kemenkominfo.Evaluasi.Kelayakan.Izin.Siar.TV.One.dan.Metro.TV.)
Sedihnya, karena Pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua
pasang kandidat, maka kelemahan satu pihak bisa dipandang sebagai kelebihan
pihak lain. Demikian juga serangan kepada pihak satu bisa dianggap serangan
dari pihak yang lain. Kalau tidak A, berarti ya B. Begitu juga jika pelakunya
bukan B, pasti didalangi oleh A. Sesederhana itu kesimpulannya.
Meski secara pribadi saya mendukung salah satu pihak, namun
dukungan tersebut tidak serta merta “sampai titik darah penghabisan”. Ibarat
kata, kalau saya mendukung Jokowi dan kemudian Jokowi menang, apakah kemudian
otomatis gaji saya naik? Atau jika Prabowo yang menang apakah saya akan mutung
dan mendirikan negara sendiri? Tentu tidak. Semua akan berjalan kembali seperti
biasanya.
Siapapun yang menang, saya masih harus mencari nafkah
sendiri. Saya juga harus mengurusi keluarga saya sendiri, tanpa mungkin
berharap akan dibantu oleh kandidat presiden yang menjadi pemenang. Anggap saja
Pilpres ini hanya hiburan kecil di bulan Ramadhan 1435 H ini. Hingga siapapun
nanti yang menang, akan kita sambut dengan senyuman. Kalau pasangan yang kita
dukung menang, ya kita sambut dengan senyum lebar. Kalau kalah, ya terpaksa
hanya senyum kecut. Seperti pagi ini, ketika Brasil kalah dari Jerman di
semifinal Piala Dunia 2014 dengan skor telak 1-7, kita sambut saja dengan
senyum kecut. (http://www.tribunnews.com/superball/2014/07/09/julio-cesar-bingung-gimana-jelasinnya-brasil-kalah-1-7-sama-jerman)
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah ditanya oleh teman di
kantor, pilihan saya siapa di Pilpres ini? Ketika saya menyebut pilihan saya,
dia kemudian memaksa saya untuk menjelaskan alasan memilih pasangan tersebut. Katanya,
kalau alasan saya bagus, siapa tahu dia akan mengikuti pilihan saya itu. Saya
hanya tertawa, karena saya tahu betapa bencinya teman saya pada orang yang saya
pilih tersebut.
Masih di kantor, pada awal-awal kampanye dulu, ada mantan pimpinan
saya yang menyatakan dukungan di media sosial pada salah satu kandidat. Secara terang-terangan,
dia mengupload gambar editan yang berisi dukungan pada salah satu calon. Namun yang
terjadi kemudian, dia dibully rame-rame di internet. Banyak yang mengecam
karena pilihannya itu. Namun tidak sedikit yang menyayangkan posisinya sebagai
PNS yang seharusnya netral dari hal-hal seperti itu.
Menanggapi berbagai kecaman tersebut, sayangnya mantan
pimpinan itu makin memperkeruh suasana dengan komen-komen yang tidak bijak. Hal
itu tentu makin membuat heboh dan menyeret komentar dari pihak pihak lainnya.
Ada pimpinan radio, ada yang wartawan, bahkan anggota DPRD pun ikut-kutan
terpancing berkomentar. Kami selaku bawahan pun ikut-ikutan pula
menggunjingkannya. Sungguh suasana yang tidak pantas, apalagi menjelang bulan
Ramadhan kala itu.
Semoga dengan berakhirnya pemilu hari ini, berakhir pula
segala fitnah dan caci maki. Tidak ada lagi temen yang unfriend, yang unfollow,
yang quit group, hanya gara-gara perbedaan pandangan politik di pilpres ini. Sedih
rasanya melihat wall facebook penuh dengan berita berita sampah yang isinya
cuma fitnah. Sedih pula rasanya melihat anjuran share berita fitnah tersebut,
dengan iming-iming menambah pahala kebaikan bagi kita. Oh my God!
update
update
NO |
LEMBAGA RISET |
PRABOWO |
JOKOWI |
1 |
Populi Center |
49,05 |
50,95 |
2 |
CSIS |
48,1 |
51,9 |
3 |
Litbang Kompas |
47,66 |
52,33 |
4 |
Indikator Politik Indonesia |
47,05 |
52,95 |
5 |
Lingkaran Survei Indonesia |
46,43 |
53,37 |
6 |
Radio Republik Indonesia |
47,32 |
52,68 |
7 |
Saiful Munaji Research Center |
47,09 |
52,91 |
8 |
Puskaptis |
52,05 |
47,95 |
9 |
Indonesia Research Center |
51,11 |
48,89 |
10 |
Lembaga Survei Nasional |
50,56 |
49,94 |
11 |
Jaringan Suara Indonesia |
50,13 |
49,87 |
Bagikan
Pilpres, Akhir Penderitaan Panjang Masa Kampanye
4/
5
Oleh
Tri Hartanto
1 komentar:
Tulis komentarcapresnya sih orang biasa aja.....para pendukungnya aja yang konyol.. :D
Replysilahkan masukkan komentar anda disini